Ahlan wa Sahlan, Selamat datang di blog sederhana kami, semoga bermanfaat.

3 November 2011

Sejarah Islam di Rantau Nusantara Harus Diluruskan




Hidayatullah.com--Buku-buku sejarah tentang Islam dan Melayu yang dominan saat ini harus dibenahi. Seperti kebanyakan pandangan sejarawan yang mengatakan bahwa Islam tidak meresap ke dalam jati diri masyarakat Melayu Indonesia.

Pernyataan ini disampaikan Dr Adian Husaini dalam acara bedah buku Historical Fact and Fiction di Gedung Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, hari Rabu (2/11/2011) kemarin.

Menurut Ketua Program Studi Pendidikan Islam—Program Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor ini, selama ini, suara miring islamisasi di Nusantara banyak dilakukan oleh kalangan orientalis.

“Dikatakan, Nusantara mundur dikarenakan dihancurkan oleh Islam, setelah mengalami kejayaan pada masa kerajaan Hindu-Budha”, jelas Adian A pada acara bedah buku karya terbaru Prof.Dr.Syed M.Naquib al-Attas ini.

Pandangan ini, tidak lain merupakan framework orientalis dalam menganalisis sejarah Islam di Nusantara.

Menurut Dr.Hamid Fahmy Zarkasyi,M.Phil yang juga pemateri pada bedah buku tersebut mengatakan, kesalahan sejarawan orientalis adalah, mereka hanya melakukan penelitian empiris dan asumsi dasar yang digunakan adalah asumsi yang tidak berdasar agama sama sekali.

Suara-suara miring tentang Islamisasi Nusantara telah ada sejak era penjajahan Belanda. Salah satu keberhasilan usaha penjajah dan orientalis adalah meskipun Indonesia mayoritas Muslim, akan tetapi simbol-simbol Negara dan simbol sejarah jauh dari warna Islam.

Adian mencontohkan, keberadaan masjid-masjid bersejarah dan pondok pesantren tidak dianggap penting ketimbang candi. Anak-anak sekolah lebih mengenal dan membanggakan Gajah Mada dari pada Raden Patah dan Wali Songo. Sehingga timbul pemikiran bahwa peradaban candi yang hindu merupakan jati diri bangsa Melayu. Sedangkan wajah Islam sebenarnya justru ditutupi.

Buku Historical Fact and Fiction karya al-Attas ini berusaha menepis fakta-fakta fiktif tersebut.


Menurut pakar filsafat sejarah ini, pengislaman Nusantara telah disiapkan bertahun-tahun, dilakukan secara sistematis, terencana, konsisten dan dilakukan para ulama’ yang hebat. Jadi, kata Adian Husaini, islamisasi Nusantara tersebut bukan asal-asalan.

Mereka memang sengaja datang ke rantau Nusantara untuk menyebarkan Islam. Karenanya, buku ini juga menepis anggapan bahwa pengisalaman Nusantara bukan dilakukan oleh pedagang, sufi atau kaum Syi’ah. Tapi mereka adalah d’ai yang sengaja diutus resmi untuk menyebarkan Islam, ujar Adian.

Dalam buku tersebut juga diungkapkan sebuah hikayat yang menyebut bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7. Dan kuat dugaan penyebaran itu atas perintah sahabat generasi awal.

Salah satu hal penting dalam buku ini menurut Dr. Hamid adalah framework studi sejarah Islam.

“Yang ditawarkan al-Attas dalam buku tersebut adalah seorang sejarawan harus tahu dengan teliti agama yang diteliti, tidak seperti orientalis yang tahu Islam secara parsial. Selain itu sejarawan harus paham simbol-simbol agama, bahasa yang digunakan da’i mencerminkan worldview,” jelas Hamid.

Berkaitan dengan bahasa, al-Attas dengan tegas mengatakan bahwa bahasa Melayu menjadi bahasa pengantar dalam dakwah. Islamisasi itu melalui bahasa Melayu. Kosa kata kunci dalam Islam dimasukkan ke dalam bahasa Melayu.

“Makanya, banyak sekali istilah-istilah bahasa melayu dan Indonesia yang diserap dari bahasa Arab,” tambah Hamid.

Menurutnya ini bukan tanpa sengaja. Akan tetapi memang pandangan hidup bangsa Nusantara itu telah menjadi Islam melalui bahasa melayu.

“Inilah yang disebut islamisasi worldview,” pungkasnya. Sehingga peradaban Nusanatara pada era penyebaran Islam adalah peradaban Islam yang bercorak melayu.

Berdasarkan hal tersebut, menurut Adian, al-Attas dalam buku tersebut sesungguhnya mengaskan bahwa bahasa Melayu dan Islam itu menjadi faktor pemersatu Nusantara, bukan Gajah Mada yang selama ini dipahami dalam buku-buku sejarah.

0 komentar:

Posting Komentar