PUBLIK Indonesia patut bergembira. Timnas U-23 sudah memastikan lolos ke babak semifinal SEA Games 2011. Itu artinya jalan untuk menjadi juara dan merebut medali emas tingal dua langkah.
Indonesia yang berada di Grup A, yang sejak awal disebut-sebut sebagai grup neraka karena dihuni Malaysia, Thailand, dan Singapura, tampil perkasa. Pasukan Garuda menyapu bersih tiga laga. Menang 6-0 atas tim lemah Kamboja, memukul Singapura 2-0, dan terakhir mengkandaskan Thailand 3-1.
Masih ada satu laga sisa melawan peraih medali emas di SEA Games 2009, Malaysia. Namun itu sudah tidak berpengaruh terhadap langkah Indonesia ke empat besar. Indonesia hanya butuh memantapkan posisi sebagai juara Grup A.
Tiga kemenangan membuktikan kekuatan Tim Merah Putih cukup menakutkan. Namun di balik hasil positif tersebut, tim asuhan Rahmad Darmawan masih memiliki kekurangan.
Perlu diingat, kemenangan Indonesia atas Singapura dan Thailand cukup terbantu dengan hukuman kartu merah untuk tim lawan. Bahkan Thailand harus bermain dengan sembilan orang sejak pertengahan babak kedua.
Dari dua laga melawan Singapura dan Thailand, Indonesia pun tak mendapat kemenangan dengan mudah meski selalu unggul jumlah pemain. Ini karena tidak ada organisasi permainan yang rapi, penguasaan bola dengan umpan satu-dua sentuhan. Penyebabnya adalah ketiadaan seorang playmaker alias pengatur permainan.
Saat menghadapi Thailand, "kekurangan" ini terlihat jelas. Permainan Indonesia tidak terorganisir dengan baik. Berulangkali serangan dibangun dari umpan-umpan jauh, entah ke sayap atau langsung kepada duet striker Patrich Wanggai dan Titus Bonai. Tidak ada permainan dengan bola-bola bawah. Akibatnya serangan tidak mengalir dengan baik dari belakang, tengah, lalu depan untuk dituntaskan menjadi gol.
Dari pinggir lapangan, Rahmad sudah menginstruksikan anak asuhnya memainkan bola-bola bawah dengan satu dua sentuhan. Tetapi permainan dengan umpan lambung tetap dominan. Usai laga, Rahmad pun mengakui pasukannya kurang memainkan bola-bola bawah dan kurang sabar saat melancarkan serangan.
Nah, di sinilah dibutuhkan sosok seorang playmaker, yang berperan mengatur tempo permainan dan mengalirkan bola ke segala lini saat membangun serangan. Sayang Rahmad Darmawan tampaknya belum memiliki sosok vital tersebut.
Egi Melgiansyah memang punya kualitas bagus sebagai gelandang. Akan tetapi ia lebih banyak berperan sebagai holding midfielder. Egi belum memiliki pendamping sepadan yang bisa menjadi playmaker.
Rahmad pun terlihat masih mencari-cari sosok playmaker ideal. Ia memainkan Hendro Siswanto dan Mahardiga Lasut secara bergantian sejak laga pertama. Kedua pemain ini tampak belum bisa menjawab kebutuhan akan seorang playmaker di skuad Merah Putih.
Dengan perhelatan SEA Games 2011 sudah memasuki setengah perjalanan, Rahmad tak punya waktu lagi untuk mencari playmaker. Mau tak mau sang pelatih harus mengasah lagi kemampuan Mahardiga atau Hendro. Termasuk dalam hal paling elementer: passing! Keduanya masih sering mengumpan. Rahmad juga perlu untuk terus menekankan permainan kolektif dengan umpan-umpan pendek dan organisasi permainan secara tim.
Indonesia memang beruntung memiliki striker cepat, skill bagus, dan tajam pada diri Wanggai dan Tibo serta sayap-sayap lincah seperti Okto Maniani, Ferdinand Sinaga, atau Andik Vermansyah. Akan tetapi kita tak bisa seterusnya bergantung pada mereka. Apalagi calon lawan kita pasti sudah membaca dan menyiapkan senjata untuk mematikan pemain-pemain andalan tersebut.
Well, meski tinggal dua langkah lagi, Indonesia masih perlu perjuangan berat untuk merebut medali emas untuk kali pertama sejak SEA Games 1991. Lawan berikutnya pasti lebih berat. Karena itu butuh tim yang lebih solid dengan mengutamakan kolektivitas permainan. Mungkin ini bisa mengatasi ketiadaan seorang playmaker. Semoga.